A.
Surat pemberitahuan (SPT)
SPT adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak dan harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan.
Fungsi dari SPT adalah:
1. Bagi WP Pajak penghasilan (PPh) adalah sebagai
sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
·
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri atau memalui potongan atau pemungutan pihak lain dalam
satu tahun pajak atau bagian tahun pajak
·
Penghasilan yang merupakan objek pajak atau
bukan objek pajak
·
Harta dan kewajiban
·
Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan
lain dalam satu tahun masa pajak
2. Bagi pengusaha kena pajak (PKP) adalah sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak jumlah PPN dan
PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
· Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak
keluaran
· Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain
dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
3. Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau di
input dan disetorkan.
B.
Jenis Surat pemberitahuan (SPT)
Terdapat 2 jenis SPT yaitu:
a.
SPT masa, yaitu surat pemberitahuan yang
digunakan untuk pelopor atas pembayaran pajak bulanan. Masa pajak adalah jangka
waktu yang menjadi dasar bagi WP untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana di atur dalam
undang-undang. SPT masa terdiri dari:
·
SPT masa PPh pasal 21 dan pasal 26
·
SPT masa PPh pasal 22
·
SPT masa PPh pasal 23 da pasal 26
·
SPT masa PPh pasal 4 ayat 2
·
SPT PPh masa pasal 15
·
SPT masa PPN da PPnBm
b.
SPT tahunan, terdiri dari:
· SPT tahunan PPh wajib pajak badan (1771-rupiah)
· SPT tahunan PPh wajib pajak badan yang di
izinkan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggis dan mata uang dolar AS (1771-US)
· SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang
mempunyai penghasilan usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan
atau norma perrhitungan penghasilan neto dari satu atau lebih pemberi kerja (1770)
· SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang mempunyai
penghasilan lebih dari satu atau lebih pemberi kerja dalam negeri dan dikenakan
PPh Final (1770 S)
· SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang
mempunyai penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan
lainnya kecuali bunga bank dan atau koperasi (1770 SS)
Prosedur Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)
1. WP mengunduh SPT dilaman www.pajak.go.id
2. WP mengisi SPT dengan benar
3. WP yang telah menperoleh izin menkeu menggunakan pembukaan dengan menggunakan bahasa indonesia dan mata uang rupiah
4. WP menandatangani SPT
5. WP melampirkan dokumen yang terdiri dari Laporan keuangan
Bentuk SPT Masa
1. SPT Masa PPh Pasal 21/26 (berbentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 21/26 1721)
2. SPT Masa PPh Pasal 22 (berbentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 22)
3. SPT Masa PPh Pasal 23/26 (berbentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26)
4. SPT Masa PPh Pasal 15 (berbentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 15)
5. SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi dan Badan (berbentuk Surat Setoran Pajak/SSP)
6. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 (berbentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 )
7. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 (Berbentuk Bukti Setoran Pajak).
8. SPT Masa PPN dan PPnBM (berbentuk Formulir SPT Masa PPN 1111)
9. SPT Masa PPN PKP Pedagang Eceran (berbentuk Formulir SPT Masa PPN 1111DM)
10. SPT Masa PPN bagi Pemungut (berbentuk Formulir SPT Masa PPN 1107 PUT)
Surat setoran pajak (SSP)
SSP merupakan suatu bukti pembayaran/penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pengertian lain juga menyebutkan bahwa SSP merupakan suatu surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara.
Jenis-jenis SSP
a. Surat Setoran Pajak Standar
SSP Standar merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran. Surat ini digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Standar dibuat sebanyak rangkap 5 dengan peruntukan sebagai berikut:
1. Lembar ke-1 untuk arsip Wajib Pajak.
2. Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
3. Lembar ke-3 digunakan Wajib Pajak untuk lapor ke KPP.
4. Lembar ke-4 untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
5. Lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
b. Surat Setoran Pajak Khusus
Surat Setoran Pajak Khusus ini mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakannya. SSP Khusus merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan. SSP Khusus hanya dicetak pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar. Atau dicetak terpisah sebanyak 1 lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
c. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) merupakan SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor. SSPCP ini dibuat dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut:
1. Lembar ke-1a untuk KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) melalui Penyetor/Wajib Pajak.
2. Lembar ke-1b Untuk Penyetor/Wajib Pajak.
3. Lembar ke-2a untuk KPBC melalui KPPN.
4. Lembar ke-2b dan ke-2c untuk KPP melalui KPPN.
5. Lembar ke-3a dan ke-3b untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak atau KPBC.
6. Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Pos Indonesia.
d. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri (SSCP)
SSCP ini merupakan SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. Surat Setoran ini dibuat dalam rangkap 6 dengan peruntukan sebagai berikut:
1. Lembar ke-1a untuk KPBC melalui Penyetor atau Wajib Pajak.
2. Lembar ke-1b untuk Penyetor atau Wajib Pajak.
3. Lembar ke-2a diperuntukkan bagi KPBC melalui KPPN,
4. Lembar ke-2b untuk KPP melalui KPPN.
5. Lembar ke-3 untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak, dan
6. Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
Bentuk
Surat Setoran Pajak (SSP)
1.
Lembar
pertama ditujukan kepada Wajib Pajak dan dipergunakan sebagai arsip.
2.
Lembar
kedua diperuntukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang diberikan melewati
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
3.
Lembar
ketiga akan digunakan Wajib Pajak saat melapor ke KPP.
4.
Lembar
keempat akan diberikan untuk Kantor
Penerima Pembayaran.
5.
Lembar
kelima akan dipergunakan sebagai arsip Wajib Pungut atau pihak berwenang lainya
yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan.
Bentuk
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1.
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Dalam
Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus
dibayar. Jenis surat ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Secara garis besar,
terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak membayar pajak
terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya
salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak
terutang
2.
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang. Secara sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak
lebih membayar pajak terutang dari yang seharusnya.
SKPLB
akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak dengan
ketentuan: Jumlah kredit pajak pada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), lebih besar dari
jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang. Penerbitan surat
ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, paling lambat
12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan
Ditjen Pajak. Jika terlambat diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan
bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.
3.
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak. SKPN diterbitkan setelah Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan Surat
Pemberitahuan.
Berdasarkan
Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan untuk:
a.
Pajak
Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak
yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
b.
Pajak
Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang
terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat
pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang
terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
c.
Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran
pajak.
4.
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan
bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5
tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan
dalam rangka penerbitan SKPKBT.
Dalam
pengertian sederhana, SKPKBT merupakan koreksi atas SKP yang diterbitkan
sebelumnya. Ketika wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak terutang
sesuai dengan nominal yang tercantum dalam SKP, petugas pajak akan melakukan
pemeriksaan kembali pada data baru tersebut. Jika masih ditemukan adanya pajak
terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh wajib pajak, Ditjen Pajak akan menerbitkan
SKPKBT.
SKPKBT
diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, dengan jumlah pajak terutang yang harus
dibayar ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika sudah melewati jangka
waktu tersebut dan wajib pajak belum membayar kekurangan pajak, akan ada
tambahan sanksi sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.
Posting Komentar
Posting Komentar